Hukum Lingkungan

Hukum Lingkungan

3 Nov 2011

MAKALAH HUKUM AGAMA ISLAM




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam Kurikulum Nasional Fakultas Hukum memasukan Hukum Islam sebagai salah satu mata kuliah yang wajib untuk diberikan kepada mahasiswa hukum semester empat. Sebelum mempelajari Hukum Islam  mahasiswa diwajibkan untuk mengetahui terlebih dahulu kerangka dasar agama dan ajaran Islam  yang bersumber dari wahyu (Alquran) dan ra’yu (akal pikiran)  manusia melalui ijtihad. Salah satu kerangka dasar agama Islam adalah Akidah, karena masih kurangnya pengetahuan mahasiswa dan untuk lebih  mengetahui  tentang ruang lingkup Akidah, mahasiswa mendapatkan tugas membuat makalah ini sehingga mahasiswa dapat lebih aktif dan dapat mengerti serta dapat menjadi referensi bagi pembaca dengan pembahasan mengenai Akidah yang didasari pada Alquran dan hadist nabi serta pendapat ulama-ulama Islam.
Kata aqidah diambil dari kata dasar al-aqd yaitu al-Rabith (ikatan), al-Ibram (pengesahan), al-Ahkam (penguatan), al-Tawuts (menjadi kokoh, kuat), al-syadd bi quwwah (pengikatan dengan kuat), dan al-Itsbat (penetapan). Pengertian Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id.
 Menurut: Ustadz Mubarak Bamuallim
Aqidah secara etimologi dari asal kata ’aqada – ya’qidu yang bermakna mengikat sesuatu, jika seseorang mengatakan (aku ber’itiqad begini) artinya saya mengikat hati dan dhamir terhadap hal tersebut. Dengan demikian kata aqidah secara terminologi bermakna : sesuatu yang diyakini sesorang, diimaninya dan dibenarkan dengan hatinya baik hak ataupun batil.
Sedangkan makna aqidah ditinjau dari pengertian syariat Islam adalah beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya beriman kepada hari akhir dan taqdir (ketentuan) Allah yang baik maupun buruk. Allah berfirman:
”Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya dan kitab yang diturunkan kepda Rasul-Nya dan kitab yang diturunkan sebelum itu, dan barangsiapa yang kufur kepada Allah, dan malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir benar-benar ia telah sesat dengan kesetan yang jauh.” (QS. An-Nisa’ 136)
Adapaun mengenai takdir, Allah berfirman:
”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ketentuan” (QS. Al-Qamar: 49)
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqon: 2)
Apa yang disebutkan diatas dari pengertian aqidah secara syar’i merupakan pokok-pokok aqidah Islam yang dinamakan dengan Arkanul Iman (rukun-rukun iman) atau Al-Ushulusittah (dasar-dasar keimanan yang enam). Dari keenam pokok keimanan inilah akan bercabang semua masalah aqidah lainnya yang wajib diimani oleh setiap muslim baik berkaitan dengan hak-hak Allah, urusan akhirat maupun masalah-masalah ghaib lainnya.
Aqidah menurut istilah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Pengertian aqidah menurut hasan al-Banna
"Aqa'id bentuk jamak rai aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan kekntentraman jiwa yang tidak bercampur sedikit dengan keraguan-raguan"

 Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
"Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”.

            Untuk lebih memahami definisi diatas kita perlu mengemukakan beberapa catatan tambahan sebagai berikut. Ilmu terbagi dua:
*      Pertama ilmu dharuri yaitu Ilmu yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil. Misalnya apabila kita melihat tali di hadapan mata, kita tidak memerlukan lagi dalil atau bukti bahwa benda itu ada.
*      Kedua adalah ilmu nazhari yaitu. Ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian. Misalnya ketiga sisi segitiga sama sisi mempunyai panjang yang sama, memerlukan dalil bagi orang-orang yang belum mengetahui teori itu. Di antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena sudah sangat umum dan terkenal tidak memerlukan lagi dalil. Misalnya kalau sebuah roti dipotong sepertiganya maka yang du pertiganya tentu lebih banyak dari sepertiga, hal itu tentu sudah diketahui oleh umum bahkan anak kecil sekalipun. Hal seperti ini disebut badihiyah. Jadi badihiyah adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pemuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu tidak lagi perlu pembuktian. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran (berTuhan), indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak. Tentang Tuhan, musalnya, setiap manusia memiliki fitrah berTuhan, dengan indera dan akal dia bisa membuktikan adanya Tuhan, tetapi hanya wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa Tuhan yang sebenarnya.

Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang sampai ke tingkat yakin dia akan mengalami beberapa tahap :
1.      Syak yaitu sama kuat antara membenarkan sesuatu atau menolaknya.
2.      Zhan. Salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang menguatkannya.
3.      Ghalabatu al-Zhan: cenderung labih menguatkan salah satu karena sudah meyakini dalil kebenarannya. Keyakinan yang sudah sampai ke tingkat ilmu inilah yang disebut dengan aqidah.

            Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa. Artinya lahirnya seseorang bisa saja pura-pura meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketenangan jiwa, karena dia harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya.
Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan.
Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahaman terhadap dalil. Misalnya:
  1. Seseorang akan meyakini adanya negara Sudan bila dia mendapat informasi tentang Negara tersebut dari seseorang yang dikenal tidak pernah bohong.
  2. Keyakinan itu akan bertambah apabila dia mendapatkan informasi yang sama dari beberapa orang lain, namun tidak tertutup kemungkinan dia akan meragukan kebenaran informasi itu apabila ada syubhat (dalil-dalil yang menolak informasi tersebut).
  3. Bila dia menyaksikan foto Sudan, bertambahlah keyakinannya, sehingga kemungkinan untuk ragu semakin kecil.
  4. Apabila dia pergi menyaksikan sendiri negeri tersebut keyakinanya semakin bertambah, dan segala keraguannya akan hilang, bahkan dia tidak mungkin ragu lagi, serta tidak akan mengubah pendiriannya sekalipun semua orang menolaknya.
  5. Apabila dia jalan-jalan di negeri Sudan tersebut dan memperhatikan situasi kondisinya bertambahlah pengalaman dan pengetahuanya tentang negeri yang diyakininya itu.
Dalam pengertian lain aqidah berarti pemikiran menyeluruh tentang alam, manusia, dan kehidupan, dan tentang apa-apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia.
Pemikiran menyeluruh inilah yang dapat menguraikan ‘uqdah al-kubra’ (permasalahan besar) pada diri manusia, yang muncul dari pertanyaan- pertanyaan; siapa yang menciptakan alam semesta dari ketiadaannya? Untuk apa semua itu diciptakan? Dan ke mana semua itu akan kembali (berakhir)
B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun masalah masalah yang ingin di jawab pada penulisan makalah  ini adalah :
1.      Apa saja ruang lingkup Akidah…?
2.      Apakah yang dimagsud Akidah Islamiah…?
3.      Bagaimana kedudukan dan peranan Akidah dalam hukum Islam…?
4.      Bersumber dari manakah Akidah…?
5.      Apa sajakah keistimewaan Akidah…?





3 komentar: